Tujuan pembobotan parameter
adalah untuk mengekspresikan seberapa besar pengaruh suatu parameter terhadap parameter lainnya. Ada banyak metode untuk pembobotan ini,
beberapa yang lazim digunakan dalam SIG
(Sistem Informasi Geografis) adalah pembobotan berdasarkan :
1) Metode ranking
2) Metode rating
3) Metode
perbandingan pasangan
4) Metode analisis trade off
Pengambilan keputusan spasial
yang seringkali menggunakanbanyak
parameter pasti dihadapkan pada masalah penentuan tingkat pengaruh satu
parameter terhadap parameter lain yang menyusun fungsi keputusan. Pengambil keputusan biasanya harus melakukan
pembobotan untuk setiap parameter berdasarkan tingkat pengaruh
atau nilai penting parameter yang bersangkutan. Nilai penting suatu parameter, dapat dilihat dari seberapa besar
bobot yang diberikan untuknya dalam proses penentuan
keputusan.
Normalisasi pembobotan biasanya dilakukan dengan cara menjumlahkan bobot keseluruhan
parameter sehingga diperoleh total nilai sebesar 1 atau 100% . Untuk sejumlah n parameter, himpunan bobot dapat
didefinisikan sebagai berikut:
w = ( w1, w2, w3, wj,...
wn )
∑wj = 1
Pembahasan berikut akan menjelaskan bagaimana caranya memperoleh nilai untuk w1, w2,
w3, wj,... wn.
Pada posting ini saya hanya membahas satu metode saja. Yaitu metode perbandingan berpasangan atau biasa disebut pula metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Dan metode itu pula yang saya gunakan dalam penlitian saya yang berjudul "Pemanfaatan SIG untuk Menentukan Lokasi Potensial Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman". Metode ini pada awalnya dikembangkan oleh Saaty (1980) untuk keperluan proses analitik hirarki (Analytic Hierarchy process/AHP). Bobot parameter ditentukan dengan cara normalisasi vektor eigen, yang diasosiasikan dengan nilai eigen maksimum pada suatu matriks rasio. Contoh kasus yang saya ambil dari penelitian saya berikut akan memperjelas tahapan yang harus dilakukan.
CONTOH
Misalkan
permasalahannya adalah penentuan kesesuaian lokasi
perumahan dan permukiman. Dan
ada 7 parameter
yang dievaluasi/dinilai akan mempengaruhi kesesuaian lahan untuk perumahan dan permukiman yaitu kemiringan lereng, ketersedian air tanah dan pdam, kerawanan bencana,
Aksesbilitas, jarak terhadap pusat perdagangan dan fasilitas pelayanan umum,
kemampuan tanah dan perubahan lahan. Untuk
satu pasangan parameter, kita harus menentukan
parameter mana yang lebih penting, untuk itu setiap
parameter akan dipasangkan satu dengan lainnya dan kemudian
dibandingkan seberapa penting parameter yang satu
terhadap parameter yang menjadi pasangannya saat itu. (lihat
Tabel Nilai Penting Parameter Berpasangan).
Pemakaian
perbandingan
di atas dalam suatu Kuisioner ditunjukan Gambar dibawah. Dalam hal ini
kuisioner ditunjukan pada ahli teknis yang dianggap memiliki ilmu untuk
menilai nya. Masing-masing
memasangkan ukuran-ukuran ( C1 Dan C2 ) diuji dengan 17 pilihan.
Pada contoh kali ini karena digunakan untuk penentuan kesesuaian lokasi perumahan dan permukiman Maka kuisioner ditunjukan kepada tenaga ahli dari BAPPEDA dan DPU sebagai badan yang mengurusi dan mengatur tentang perencanaan lahan untuk perumahan dan permukiman. Hasil kuisioner penilaian dari Tenaga Ahli di PU dan BAPPEDA.
Perhatikan
Tabel diatas, pada baris pertama, pasangan yang dibandingkan adalah
parameter kerawanan bencana dengan aksesbilitas. Untuk
menentukan kesesuaian lokasi perumahan dan permukiman, mana yang lebih
dahulu anda
pertimbangkan kerawanan bencana atau akses-nya?
Pada Tabel diatas menurut penilaian ahli di BAPPEDA dan DPU tersebut diperlihatkan bahwa dibandingkan akses,
maka kerawanan bencana adalah sedikit lebih penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan
kesesuaian lokasi perumahan dan permukiman.
a. Membuat Matriks Perbandingan Pasangan
Tabel diatas yang telah disusun dari kuisioner, dapat ditransformasi ke
dalam bentuk matriks, yang lazim disebut sebagai matriks perbandingan pasangan.
1. Aksesbilitas (AK)
2. Jarak terhadap pusat perdagangan dan pelayanan umum (JP)
3. Kerawanan Bencana (KB)
4. Perubahan Lahan (PL)
5. Kemiringan lereng (KL)
6. Ketersediaan Air tanah dan PDAM (KA)
7. Daya Dukung Tanah (DT)
Untuk menghitung bobot parameter meliputi 3 langkah yaitu:
1. Penjumlahan nilai untuk setiap kolom pada matriks perbandingan parameter.
2. Pembagian nilai setiap sel dengan nilai total pada kolom yang bersangkutan. Matriks hasilnya dinamakan sebagai matriks perbandingan pasangan ternormalisasi.
3. Menghitung nilai rata-rata di setiap baris matriks ternomalisasi.
b. Menghitung bobot rata-rata
Karena kita mengolah dua penilaian bobot parameter yaitu dari tenaga ahli di BAPPEDAdan DPU maka hasilnyajuga ada 2 bobot parameter. Untuk menjadikan satu kita hitung rata-rata bobot parameter.
c. Estimasi rasio konsistensi
Apakah
sudah selesai setelah kita dapatkan nilai bobot untuk masing-masing
parameternya? jawabannya Belum, kita masih harus menguji konsistensi
jawaban dari para ahli dalam kuisionernya. Harus ada
mekanisme untuk menentukan apakah perbandingan pasangan seperti yang
telah
dilakukan pada saat menentukan nilai penting parameter berpasangan
benar-benar konsisten dan memenuhi standar.
Ada beberapa tahap dalam proses estimasi rasio
konsistensi yaitu:
1. Penentuan
vektor jumlah bobot dengan cara mengalikan bobot parameter pertama (Kerawanan
Bencana) dengan kolom pertama pada matriks perbandingan yang awal ,
dan seterusnya sampai parameter ke tujuh selesai dan selanjutnya dilakukan
penjumlahan pada setiap baris.
2. Menentukan
vektor konsistensi dengan cara membagi vektor jumlah bobot dengan bobot
parameter. Setelah menghitung nilai vektor konsistensi, selanjutnaya dihitung juga nilai rata-rata konsistensi ( λ
). Hasil operasi dapat dilihat sebagai berikut.
3. Menghitung CI (
indeks konsistensi ), dan CR ( rasio konsistensi )
Nilai CI dapat dihitung dengan rumus :
CI = ( λ – n ) / ( n – 1 ) CI = ( λ – n ) / ( n – 1 )
CI = (7,704 - 7 ) / ( 7 – 1 ) CI
= (7.145 - 7 ) / ( 7 – 1 )
CI = 0,117 (BAPPEDA)
CI = 0,024 (DPU)
Nilai
CI menyatakan Nilai seberapa jauh jarak dari konsisten, dari sini kita juga dapat
menentukan RI yaitu indeks acak, yang merupakan indeks konsistensi untuk setiap
matriks perbandingan pasangan secara acak. Nilai RI bergantung pada seberapa
banyak parameter ( n ) yang sedang
dibandingkan.
Dalam
penelitian ini parameter yang digunakan adalah 7 parameter maka ditentukan RI
sebesar 1.32 dan digunakan untuk menghitung rasio konsistensi atau
rasio konsistensi (BAPPEDA)
rasio konsistensi (BAPPEDA)
CR
= CI / RI
CR
= 0,116 / 1.32
CR
= 0.089
rasio konsistensi
(DPU)
CR
= CI / RI
CR
= 0,024 / 1.32
CR
= 0.018
Dan dalam perhitungan nya akan didapatkan nilai rasio
konsistensi (CR) yaitu tingkat konsistensi dalam melakukan penilaian terhadap
dua buah parameter tersebut. Nilai Rasio konsistensi didesain sedemikian rupa
untuk mengikuti sifat berikut.
-Y- Jika CR
< 0,10 ; menunjukan tingkat konsistensi yang cukup rasional dalam perbandingan pasangan.
-Y- Jika CR
≥ 0,10 ; berarti telah terjadi penilaian
yang tidak konsisten
(
Sumber : Saaty, 1993 dalam
Marimin 2004)
Dan untuk kondisi yang kedua, maka perlu dilakukan
perhitungan kembali terutama dalam menentukan tingkat kepentingan dari dua
parameter yang sedang dibandingkan. Dengan kata lain, nilai-nilai pada tabel
awal (penilaian ahli) perlu disusun ulang.
Dari perhitungan rasio konsistensi dalam
penelitian ini diketahui bahwa proses perbandingan pasangan cukup konsisten dengan nilai Rasio
konsistensi (CR) sebesar 0,089 pada BAPPEDA dan 0,018 pada DPU atau lebih kecil
dari standar yaitu 0,100 ; sehingga nilai bobot untuk ke tujuh parameter sudah
dapat digunakan untuk menentukan tingkat potensi lahan untuk lokasi perumahan
dan permukiman.
####SEMOGA BERMANFAAT####
Artikel yang bermanfaat bang! membantu para peneliti muda untuk terus mengembangkan ilmu
ReplyDeleteMakasih informasinya sangat bermanfaat tentang AHP penentuan posisi Pemukiman menurut Bappeda
ReplyDeleteTerima kasih sudah berbagi ilmunya, sangat bermanfaat. sukses selalu!
ReplyDeleteTerima kasih banyak atas sharingnya, bermanfaat sekali untuk jadi bahan bacaan methoda penelitian saya dengan AHP
ReplyDeletemantap bos
ReplyDeletemakasih ilmunyaa bangg... sangat bermanfaat👍
ReplyDeleteterimakasih ilmunya. sangat membantu saya dalam pengerjaan skripsi penentuan daerah rawan bencana longsor
ReplyDeletejadi gimana cara masukin data AHP ke Arc gisnya?
ReplyDelete