Wednesday, April 9, 2014

Keinginan vs Kebutuhan

Saat ini anda merasa lapar?

Sepiring nasi, ditambah 1 atau 2 potong lauk plus sayuran, atau bahkan, satu piring Mie Goreng saja sudah dapat memuaskan kebutuhan (ingat…, kebutuhan!) atas rasa lapar yang anda rasakan. 


Makanan tersebut bisa saja membuatnya di rumah, atau anda sendiri yang membelinya di warung makan terdekat, atau makan langsung di tempat. Dan untuk itu mungkin hanya dibutuhkan Rp. 15.000-20.000,- untuk memenuhi kebutuhan makan anda.  


Tetapi…, apa yang anda ‘inginkan’ jika anda lapar?
Mungkin ada ingin (ingat…, keinginan!) bisa makan di restoran besar yang ada di hotel bintang lima. Dilayani oleh pelayan yang ada sejak awal makan hingga makan berakhir. Makan dengan lauk istimewa, katakanlah sup sirip ikan hiu, sup sarang burung wallet, bebek peking, kambing guling, steak wagyu dan aneka makanan mewah lainnya. Dan untuk memenuhi keinginan anda diatas, mungkin dibutuhkan ratusan ribu rupiah.

Berapa beda/selisih jumlah uang untuk memenuhi ‘keinginan makan’ anda dan untuk memenuhi ‘kebutuhan makan’ anda?. Tentu mencapai ratusan ribu rupiah….! (hanya untuk sekali makan).

Pertanyaannya, apakah tidak boleh berkeinginan untuk makan mewah?. Tentu saja boleh, dengan catatan, jika memang uang untuk membiayainya merupakan uang yang halal, dan dari jerih payah sendiri (bukan menggunakan uang Negara atau uang orang lain), dan tidak menjadi ‘kebutuhan baru’, seolah-olah setiap hari harus makan mewah.


‘Kebutuhan baru’ yang sebenarnya awalnya Cuma ‘Keinginan’ semata, merupakan ‘kebutuhan semu’, dimana walaupun jika tidak dipenuhi, tidak akan memberikan keburukan apa-apa.

Apakah anda akan mati kalau tidak makan di hotel mewah? Tentu tidak!. Apakah anda akan sakit jika tidak menggunakan kendaraan mewah, apakah anda akan jadi alergi jika tidak tinggal di Rumah  atau tidak tinggal di apartemen mewah?. Tentu tidak.


‘Kebutuhan semu’ yang awalnya hanya merupakan ‘keinginan’ inilah yang banyak ‘merusak jiwa’ manusia. Bagi yang tidak mampu, tapi ‘Keinginan’ sudah mengendalikan hatinya, maka ia akan menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi 'kebutuhan semu' tersebut, walaupun harus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), mencuri, menipu, merampok bahkan membunuh, sebagaimana yang sering kita lihat di Mass Media saat ini.
 

Dan bagi yang mampu, maka ia akan terbelit dengan gaya hidup hedonisme, pamer harta dan menimbulkan kecemburuan sosial yang akhirnya meningkatkan angka kriminalitas.
Pada diri siapapun, yang terbaik adalah berusaha menghindari diri dari ‘kebutuhan semu’ tersebut. Dengan hidup sesuai kebutuhan hakiki kita. Dengan itu, hidup akan terasa nyaman. Tidak ada pemikiran untuk menjadi rakus, untuk berbuat korupsi dan kejahatan lainnya.

Ingatlah, Dunia bagaikan meminum air laut, semakin banyak kita minum, maka akan semakin haus. Memutus ‘kebutuhan semu’ adalah kunci mencapai kesehatan jiwa kita.

 

Lalu bagaimana jika saya punya harta berlebih…, lihatlah di sekitar anda, bukankah masih banyak Insan yang masih perlu dibantu?. Keluarkanlah sedekah dan zakat. Dengan membantu orang lain, akan ‘menyembuhkan’ jiwa kita dari penyakit dunia yang sangat sulit obatnya, yaitu ‘Rasa Tidak Pernah Puas’ yang menyebabkan kita tidak pernah bisa bersyukur. 

untuk itu, setiap kali anda berkeinginan untuk memiliki sesuatu, tanyakanlah pada diri anda, apakah memang anda benar-benar ‘membutuhkannya’, atau anda cuma sekedar ‘menginginkannya’… 
 
Selain itu ingatlah…, ada satu kebutuhan hakiki lainnya, yaitu kebutuhan untuk dicintai oleh sang Maha Pencipta. Dengan menyayangi dan membantu mahluknya yang membutuhkan bantuan, maka kita akan disayangi oleh yang Menciptakan mereka. Semoga bermanfaat.
By bang iman 

0 comments:

Post a Comment