"Generasi muda Indonesia saat ini semakin jauh dari sejarah bangsa. Generasi muda banyak yang tidak lagi paham sejarah." Mungkin kalimat tersebut yang layak diucapkan untuk mengawali posting kali ini. Bahkan kata tersebut juga saya tunjukan kepada diri sendiri. Saya sebagai mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi Negri yaitu Universitas Diponegoro Semarang yang mungkin lebih dikenal dengan UNDIP Semarang. Beberapa hari yang lalu ketika ditannya Siapa Pangeran Diponegoro ? Dan bagaimana kisahnya ? Mungkin saya hanya menjawab sesederhana mungkin. "Beliau adalah seorang pahlawan Nasional", Singkat, Padat dan kurang berbobot untuk diri saya sendiri yang notabene adalah Mahasiswa Semester 10 di Kampus tersebut. Miris memang kalau mengingat hal tersebut dimana bahkan hampir selama 5 tahun, setiap mengerjakan tugas selalu ada simbol Pangeran Diponegoro disetiap covernya.
Hingga beberapa hari yang lalu tanpa sengaja saya menemukan sebuah aplikasi android yang saya rasa cukup bagus dengan berisikan artikel-artikel islami yang sebenarnya merupakan salinan dari situs bernama "eramuslim.com". Di dalam aplikasi tersebut ternyata ada sebuah novel berjudul "Untold History of Pangeran Diponegoro". Yang kemudian membuat saya penasaran untuk membacanya. Dari membaca satu bab ke bab selanjutnya yang ternyata sangat bagus dan membuat saya semakin penasaran untuk terus membacanya. Apalagi dengan seting tempat cerita yang hanya disekitaran Kraton Yogyakarta, Magelang dan Solo. Dimana di beberapa tempat bersejarah tersebut telah pernah saya kunjungi membuat semakin mudah dalam membangun imajinasi dalam membaca. Dan setelah membacanya barulah saya tau sosok seorang Pangeran Diponegoro dimana beliau adalah seorang Pahlawan dan Mujahidin yang berjuang menegakan Agama Islam dan membebaskan masyarakat Jawa pada Khususnya, untuk terlepas dari Penjajahan Bangsa Kafir Belanda yang pada saat itu menerapkan pajak tanah yang sangat memberatkan untuk rakyat. Begitu besarnya jasa beliau hingga di pakai namanya pada sebuah Universitas Negri.
Berikut sedikit saya cuplikan sedikit cerita dalam novel "Untold History of Pangeran Diponegoro" tersebut :
Pangeran Diponegoro, yang terlahir dengan nama Bendoro Raden Mas
Mustahar, yang kemudian dikenal sebagai Bendoro Raden Mas Ontowiryo,
pada 11 November 1785 di Kraton Yogyakarta ini memiliki banyak
keistimewaan. Diponegoro adalah anak tertua dari Sultan Hamengku Buwono III dan
Raden Ayu Mangkarawati. Ketika melihat dan memangku bayi Diponegoro,
Sultan Hamengku Buwono I haqul yaqin jika suatu hari nanti Diponegoro akan tumbuh menjadi pembebas rakyat dari kezaliman dan kesengsaraan.
“Bayi ini akan menjadi orang yang memimpin perang besar untuk
mengusir penjajah Belanda dari tanah Jawa. Dia akan menimbulkan
kerusakan yang sangat besar pada kafir Belanda. Dia akan menjelma
menjadi orang besar yang dicintai rakyatnya, melebihi diriku,” tegas
Sultan Hamengku Buwono I yang juga kakek buyut dari Diponegoro. Sebab
itu, Sultan secara khusus mengamanahkan agar bayi Diponegoro kelak
diasuh dan dididik permaisurinya sendiri, Ratu Ageng.
Di masa itu, perempuan-perempuan dan laki-laki Jawa-termasuk di
kalangan bangsawan kraton-lazim menikah di usia yang masih relatif
sangat muda. Ketika Diponegoro dilahirkan, Raden Ayu Mangkarawati, sang
ibu, masih berusia 14 tahun, dan ayahnya 16 tahun[1]. Dan sudah menjadi
kelaziman jika sang anak kemudian diasuh oleh nenek atau buyutnya. Hal
ini merupakan tradisi leluhur agar sang anak mendapatkan pendidikan dan
pengasuhan yang benar dari seseorang kerabat yang jauh lebih matang dan
dewasa. Suatu konversi budaya yang saat ini sudah punah.
Sesuai amanah khusus dari Hamengku Buwono I, bayi Diponegoro diasuh oleh nenek buyutnya, Ratu Ageng. Ratu Ageng dikenal sebagai seorang permaisuri yang sangat taat pada agama dan luas ilmunya. Sampai tahun 1792, ketika suaminya masih berkuasa, Ratu Ageng mengasuh Diponegoro di kraton dan kemudian meneruskannya di Puri Tegalredjo setelah suaminya wafat.
Selain seorang pendidik, Ratu Ageng juga merupakan Panglima Bregada Langen Kesuma-kesatuan pasukan elit khusus perempuan pengawal raja, seperti hanya Trisat Kenya di zaman Amangkurat I-pada masa kekuasaan Mangkubumi.
Bregada Langen Kesuma merupakan kesatuan khusus pengawal raja yang sangat tangguh. Walau semua anggotanya perempuan, namun pasukan berkuda ini dilengkapi dengan senjata api laras panjang dan pendek, pedang, keris, tombak, trisula, dwisula, dan lain sebagainya. Keterampilan mereka dalam olah senjata dan olah kanuragan jangan diragukan lagi.
Namun berbeda sikapnya dengan Diponegoro, terhadap anak kandungnya sendiri Ratu Ageng malah tidak akur. Ini disebabkan karena Raden Mas Sundoro dianggap tidak taat dalam menjalankan perintah agama, walau Raden Mas Sundoro sendiri dikenal sangat anti terhadap penjajah Belanda.
Sebab itulah, ketika Hamengku Buwono I turun tahta dan digantikan oleh Raden Mas Sundoro yang kemudian dikenal sebagai Hamengku Buwono II di tahun 1792, Ratu Ageng memilih untuk keluar dari lingkungan kraton yang dianggapnya sudah cemar oleh tradisi kafir Belanda. Ratu Ageng lebih memilih tinggal di sebuah dusun terpencil yang kelak dikenal sebagai Tegalredjo, berjarak sekira tiga kilometer barat kraton. Diponegoro ikut diboyong keluar dari kraton dan tinggal di dusun di tengah-tengah rakyatnya sendiri.
Dari Kraton, Puri Tegalredjo tepat berada di arah barat laut, arah yang dijadikan kiblat bagi umat Islam di Nusantara untuk sholat. Di dalam kompleks puri, Ratu Ageng juga membangun sebuah masjid di sebelah barat laut bangunan utama puri yang berupa pendopo utama.
Karena dibesarkan dalam lingkungan kawulo alit atau rakyat kecil, maka dalam jiwa seorang Diponegoro tumbuh rasa kepedulian yang sangat besar kepada orang-orang kecil. Apalagi sejak kecil Diponegoro melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa seorang Ratu Ageng, permaisuri seorang raja, tidak merasa rendah ketika harus bergaul dengan kawulo alit. Bahkan Ratu Ageng ikut terjun langsung bercocok tanam di sawah dengan kaki dan tangan penuh lumpur. Ratu Ageng harus bekerja, karena dia harus menghidupi keluarganya sendiri disebabkan dia menolak bantuan keuangan dari kraton yang dianggapnya sudah dikotori oleh kemaksiatan dan kezaliman.
“Akan jauh lebih mulia di hadapan Allah jika aku bekerja dengan tangan dan kakiku sendiri, ketimbang hidup dengan bertumpu pada uang kotor yang berasal dari memeras keringat dan darah rakyat!” tegasnya.
Diponegoro juga melihat betapa Ratu Ageng sangat gandrung pada literatur-literatur keagamaan, sejarah, dan juga sastra, sehingga rumahnya yang sederhana di Tegalredjo bagaikan sebuah perpustakaan kecil. Sebaliknya, terhadap harta benda, Ratu Ageng tidak memiliki minat yang besar. Dia hanya memiliki barang-barang primer yang memang dibutuhkan dalam rumah tangga seperti kebanyakan orang.
Semua pengajaran yang diberikan Ratu Ageng dan para ulama yang dipanggil maupun yang didatangi langsung oleh Diponegoro muda menyebabkan Pangeran Diponegoro menjadi seorang pemuda yang bersahaya. Seluruh kehidupannya diusahakan dengan keras mengikuti teladan Rasulullah SAW. Dia sering menyamar sebagai orang kebanyakan, mengenakan ikat kepala dan kain wulung dan berbaju hitam. Diam-diam dia sering membaur bersama para santri di pondok-pondok pesantren di pedesaan dengan menggunakan nama samaran Ngabdurakhim. Di saat samarannya hampir terbongkar, dia akan segera pindah ke pondok pesantren yang lain. Selain itu, Diponegoro juga senang mengembara, keluar masuk hutan, tinggal di gua-gua untuk menyendiri, dan menatap lama-lama deburan ombak dan langit Laut Kidul.
Pangeran Diponegoro tahu betul, kehidupan para pembesar kraton yang sebagian besar masih kerabatnya, kian hari malah kian jauh dari tuntunan agama. Para pejabat kraton yang notabene sudah memeluk Islam, semakin hari malah semakin mesra dengan kafir Belanda. Islam bagi mereka hanyalah identitas formal, sedangkan kelakuannya sudah tidak ada beda lagi dengan kelakuan kaum kafir Belanda yang menyukai dansa-dansi sampai pagi, minum-minuman keras, gila harta dan judi dengan taruhan gadis-gadis penari.
Martabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang tadinya begitu tinggi dan mulia kini sudah cemar, dikotori kafir Belanda dan sebagian besar pembesar kraton sendiri yang sudah lupa dengan jatidirinya.
Sebab itu, ketika Hamengku Buwono III, ayah kandungnya, hendak menobatkannya sebagai putera mahkota-walau Diponegoro bukan berasal dari permaisuri, namun selir-dengan tegas dia menolaknya. Ustadz Taftayani tahu, penolakan Diponegoro lebih disebabkan ketidaksukaannya terhadap campur tangan Belanda dalam kekuasaan kraton. Bahkan pengangkatan seorang raja pun harus disetujui Belanda dan Residen Belanda-lah yang melantik seorang raja. Diponegoro amat muak dengan semua ini. Itulah yang melatarbelakangi penolakannya untuk menjadi raja di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dengan penuh keikhlasan, dia menunjuk adiknya yang masih belia, Raden Mas Jarot, untuk menerima posisi sebagai putera mahkota. Dihadapan orang-orang terdekatnya, Diponegoro ketika itu mengatakan,
“Rakhmanudin dan kau Akhmad, jadilah saksi saya, kalau-kalau saya lupa, tolong ingatkan pada saya, bahwa saya bertekad tidak mau dijadikan pangeran mahkota, walau pun seterusnya akan diangkat menjadi raja, seperti ayah atau nenenda. Saya sendiri tidak ingin itu terjadi. Cukuplah saya menjadi seperti apa yang ada sekarang, dekat dengan Gusti Allah dan rakyatku. Saya bertobat kepada Allah Yang Maha Besar. Hidup di dunia tiada akan lama dan saya tidak ingin hidup saya ini nantinya dikotori oleh kafir Belanda. Saya tidak ingin hidup dengan menanggung dosa…”
Bagi Diponegoro, kehidupan penuh glamor di dalam kraton sama sekali tidak menarik hatinya. Baginya kraton adalah tempat yang penuh dengan dosa, dan dia tidak mau ikut terkotori. Diponegoro lebih menyukai hidup dan berada di tempat yang sepi, untuk mencari kesejatian dan makna hidup, menggali ilmu agama, dan pengetahuan yang bermanfaat.
Seorang Diponegoro lebih menyukai menjalin silaturahim dengan para alim-ulama dan rakyat biasa, ketimbang berdekat-dekatan dengan penguasa.
Itu tadi sedikit cuplikan tentang cerita pada Novel "Untold History of Pangeran Diponegoro, untuk membacanya.
Nah buat mahasiswa UNDIP pada khususnya dan semua generasi muda pada umumnya, perlu untuk kita mengetahui perjuangan pahlawan-pahlawan kita yang berani mati untuk menegakan Jihad Islam dan memerdekakan rakyat. Sekaligus lebih memaknai dan mesyukuri kemerdekaan yang telah kita nikmati di generasi kita ini tanpa kita melakukan perang.
Untuk lebih jelasnya silahkan baca di link berikut :
1. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#1
2. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#2
3. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#3
4. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#4
5. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#5
6. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#6
7. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#7
8. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#8
9. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#9
10. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#10
11. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#11
12. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#12
13. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#13
14. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#14
15. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#15
16. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#16
17. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#17
18. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#18
19. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#19
20. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#20
21. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#21
22. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#22
23. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#23
24. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#24
25. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#25
26. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#26
27. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#27
28. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#28
29. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#29
30. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#30
31. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#31
32. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#32
33. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#33
34. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#34
35. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#35
36. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#36
37. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#37
38. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#38
39. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#39
40. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#40
41. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#41
42. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#42
43. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#43
44. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#44
Sesuai amanah khusus dari Hamengku Buwono I, bayi Diponegoro diasuh oleh nenek buyutnya, Ratu Ageng. Ratu Ageng dikenal sebagai seorang permaisuri yang sangat taat pada agama dan luas ilmunya. Sampai tahun 1792, ketika suaminya masih berkuasa, Ratu Ageng mengasuh Diponegoro di kraton dan kemudian meneruskannya di Puri Tegalredjo setelah suaminya wafat.
Selain seorang pendidik, Ratu Ageng juga merupakan Panglima Bregada Langen Kesuma-kesatuan pasukan elit khusus perempuan pengawal raja, seperti hanya Trisat Kenya di zaman Amangkurat I-pada masa kekuasaan Mangkubumi.
Bregada Langen Kesuma merupakan kesatuan khusus pengawal raja yang sangat tangguh. Walau semua anggotanya perempuan, namun pasukan berkuda ini dilengkapi dengan senjata api laras panjang dan pendek, pedang, keris, tombak, trisula, dwisula, dan lain sebagainya. Keterampilan mereka dalam olah senjata dan olah kanuragan jangan diragukan lagi.
Namun berbeda sikapnya dengan Diponegoro, terhadap anak kandungnya sendiri Ratu Ageng malah tidak akur. Ini disebabkan karena Raden Mas Sundoro dianggap tidak taat dalam menjalankan perintah agama, walau Raden Mas Sundoro sendiri dikenal sangat anti terhadap penjajah Belanda.
Sebab itulah, ketika Hamengku Buwono I turun tahta dan digantikan oleh Raden Mas Sundoro yang kemudian dikenal sebagai Hamengku Buwono II di tahun 1792, Ratu Ageng memilih untuk keluar dari lingkungan kraton yang dianggapnya sudah cemar oleh tradisi kafir Belanda. Ratu Ageng lebih memilih tinggal di sebuah dusun terpencil yang kelak dikenal sebagai Tegalredjo, berjarak sekira tiga kilometer barat kraton. Diponegoro ikut diboyong keluar dari kraton dan tinggal di dusun di tengah-tengah rakyatnya sendiri.
Dari Kraton, Puri Tegalredjo tepat berada di arah barat laut, arah yang dijadikan kiblat bagi umat Islam di Nusantara untuk sholat. Di dalam kompleks puri, Ratu Ageng juga membangun sebuah masjid di sebelah barat laut bangunan utama puri yang berupa pendopo utama.
Karena dibesarkan dalam lingkungan kawulo alit atau rakyat kecil, maka dalam jiwa seorang Diponegoro tumbuh rasa kepedulian yang sangat besar kepada orang-orang kecil. Apalagi sejak kecil Diponegoro melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa seorang Ratu Ageng, permaisuri seorang raja, tidak merasa rendah ketika harus bergaul dengan kawulo alit. Bahkan Ratu Ageng ikut terjun langsung bercocok tanam di sawah dengan kaki dan tangan penuh lumpur. Ratu Ageng harus bekerja, karena dia harus menghidupi keluarganya sendiri disebabkan dia menolak bantuan keuangan dari kraton yang dianggapnya sudah dikotori oleh kemaksiatan dan kezaliman.
“Akan jauh lebih mulia di hadapan Allah jika aku bekerja dengan tangan dan kakiku sendiri, ketimbang hidup dengan bertumpu pada uang kotor yang berasal dari memeras keringat dan darah rakyat!” tegasnya.
Diponegoro juga melihat betapa Ratu Ageng sangat gandrung pada literatur-literatur keagamaan, sejarah, dan juga sastra, sehingga rumahnya yang sederhana di Tegalredjo bagaikan sebuah perpustakaan kecil. Sebaliknya, terhadap harta benda, Ratu Ageng tidak memiliki minat yang besar. Dia hanya memiliki barang-barang primer yang memang dibutuhkan dalam rumah tangga seperti kebanyakan orang.
Semua pengajaran yang diberikan Ratu Ageng dan para ulama yang dipanggil maupun yang didatangi langsung oleh Diponegoro muda menyebabkan Pangeran Diponegoro menjadi seorang pemuda yang bersahaya. Seluruh kehidupannya diusahakan dengan keras mengikuti teladan Rasulullah SAW. Dia sering menyamar sebagai orang kebanyakan, mengenakan ikat kepala dan kain wulung dan berbaju hitam. Diam-diam dia sering membaur bersama para santri di pondok-pondok pesantren di pedesaan dengan menggunakan nama samaran Ngabdurakhim. Di saat samarannya hampir terbongkar, dia akan segera pindah ke pondok pesantren yang lain. Selain itu, Diponegoro juga senang mengembara, keluar masuk hutan, tinggal di gua-gua untuk menyendiri, dan menatap lama-lama deburan ombak dan langit Laut Kidul.
Pangeran Diponegoro tahu betul, kehidupan para pembesar kraton yang sebagian besar masih kerabatnya, kian hari malah kian jauh dari tuntunan agama. Para pejabat kraton yang notabene sudah memeluk Islam, semakin hari malah semakin mesra dengan kafir Belanda. Islam bagi mereka hanyalah identitas formal, sedangkan kelakuannya sudah tidak ada beda lagi dengan kelakuan kaum kafir Belanda yang menyukai dansa-dansi sampai pagi, minum-minuman keras, gila harta dan judi dengan taruhan gadis-gadis penari.
Martabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang tadinya begitu tinggi dan mulia kini sudah cemar, dikotori kafir Belanda dan sebagian besar pembesar kraton sendiri yang sudah lupa dengan jatidirinya.
Sebab itu, ketika Hamengku Buwono III, ayah kandungnya, hendak menobatkannya sebagai putera mahkota-walau Diponegoro bukan berasal dari permaisuri, namun selir-dengan tegas dia menolaknya. Ustadz Taftayani tahu, penolakan Diponegoro lebih disebabkan ketidaksukaannya terhadap campur tangan Belanda dalam kekuasaan kraton. Bahkan pengangkatan seorang raja pun harus disetujui Belanda dan Residen Belanda-lah yang melantik seorang raja. Diponegoro amat muak dengan semua ini. Itulah yang melatarbelakangi penolakannya untuk menjadi raja di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dengan penuh keikhlasan, dia menunjuk adiknya yang masih belia, Raden Mas Jarot, untuk menerima posisi sebagai putera mahkota. Dihadapan orang-orang terdekatnya, Diponegoro ketika itu mengatakan,
“Rakhmanudin dan kau Akhmad, jadilah saksi saya, kalau-kalau saya lupa, tolong ingatkan pada saya, bahwa saya bertekad tidak mau dijadikan pangeran mahkota, walau pun seterusnya akan diangkat menjadi raja, seperti ayah atau nenenda. Saya sendiri tidak ingin itu terjadi. Cukuplah saya menjadi seperti apa yang ada sekarang, dekat dengan Gusti Allah dan rakyatku. Saya bertobat kepada Allah Yang Maha Besar. Hidup di dunia tiada akan lama dan saya tidak ingin hidup saya ini nantinya dikotori oleh kafir Belanda. Saya tidak ingin hidup dengan menanggung dosa…”
Bagi Diponegoro, kehidupan penuh glamor di dalam kraton sama sekali tidak menarik hatinya. Baginya kraton adalah tempat yang penuh dengan dosa, dan dia tidak mau ikut terkotori. Diponegoro lebih menyukai hidup dan berada di tempat yang sepi, untuk mencari kesejatian dan makna hidup, menggali ilmu agama, dan pengetahuan yang bermanfaat.
Seorang Diponegoro lebih menyukai menjalin silaturahim dengan para alim-ulama dan rakyat biasa, ketimbang berdekat-dekatan dengan penguasa.
Itu tadi sedikit cuplikan tentang cerita pada Novel "Untold History of Pangeran Diponegoro, untuk membacanya.
Nah buat mahasiswa UNDIP pada khususnya dan semua generasi muda pada umumnya, perlu untuk kita mengetahui perjuangan pahlawan-pahlawan kita yang berani mati untuk menegakan Jihad Islam dan memerdekakan rakyat. Sekaligus lebih memaknai dan mesyukuri kemerdekaan yang telah kita nikmati di generasi kita ini tanpa kita melakukan perang.
Untuk lebih jelasnya silahkan baca di link berikut :
1. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#1
2. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#2
3. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#3
4. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#4
5. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#5
6. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#6
7. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#7
8. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#8
9. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#9
10. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#10
11. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#11
12. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#12
13. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#13
14. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#14
15. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#15
16. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#16
17. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#17
18. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#18
19. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#19
20. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#20
21. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#21
22. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#22
23. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#23
24. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#24
25. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#25
26. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#26
27. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#27
28. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#28
29. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#29
30. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#30
31. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#31
32. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#32
33. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#33
34. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#34
35. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#35
36. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#36
37. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#37
38. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#38
39. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#39
40. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#40
41. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#41
42. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#42
43. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#43
44. "Untold History of Pangeran Diponegoro"#44
####SEMOGA BERMANFAAT####
No comments:
Post a Comment